Ronin adalah sebutan untuk para kstaria Samurai yang gagal. Gagal, karena mereka secara sosial telah kehilangan status samurai mereka di mata masyarakat. Kehilangan status itu disebabkan oleh karena mereka tidak lagi memiliki tuan, yang terpaksa harus kehilangan kedudukannya karena pemerintah mencabut hak kewilayahan mereka oleh berbagai sebab. Sehingga seringkali juga ronin disebut sebagai ksatria samurai yang tidak bertuan alias samurai pengangguran. Nah samurai yang nganggur ini, alias ronin, dalam berbagai kasus di jepang pada masa periode Kamakura, Muromachi, Sengoku, dan Edo menimbulkan berbagai macam persoalan. Mulai dari banyaknya ronin yang kemudian banting stir berprofesi sebagai perampok, pencoleng, perompak, sampai pembunuh bayaran, dan pekerjaan-pekerjaan gelap yang lain. Walaupun tidak sedikit juga ronin yang menempuh jalan sejati menjadi samurai sejati, dengan mengembara mencari arti hidup.Fenomena ronin bukan hanya milik Jepang. Hanya saja istilah orang-orang yang disebut ronin di Jepang, di negara lain tidak diklasifikasikan dalam sebutan tertentu. Orang-orang yang bertipe sebagai “pelayan” ,aku lebih suka menyebutnya sebagai “anjing penggonggong”, tapi terlalu kasar karena menyamakan manusia dengan binatang, dapat ditemui utamanya dalam lingkaran kekuasaan pada zaman moderen ini. Mereka dapat dikenali dari aktifitas mereka dalam melindungi sang tuan mereka. Jika tuan mereka salah, maka tugas mereka adalah pasang badan agar tuannya selamat. Nah jika kemudian tuannya kehilangan kekuasaan maka dengan segera mereka akan menyandang status yang kalau di Jepang tempo dulu disebut sebagai ronin.
Para ronin inilah yang ditengarai banyak beraksi di Indonesia. Mereka memiliki ketrampilan karena memang sudah terlatih sebelumnya. Ketrampilan inilah yang sering digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan gelap untuk mengganggu ketertiban umum yang pada akhirnya menggerogoti kewibawaan pemerintah. Namun tidak semua ronin suka dengan status tidak bertuan. Ada juga ronin yang segera banting stir mencari tuan yang baru dan mendapatkan statusnya kembali sebagai ksatria samurai yang dipekerjakan.
Memang ada perubahan perilaku dari seorang samurai yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesatriaan dengan seorang ronin yang cenderung menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, dan cenderung opportunis. Sehingga tidak heran juga sebutan ronin di dramatisir sebagai ksatria samurai yang gatot alias gagal total. Sulit memang untuk melihat ronin-ronin zaman moderen yang masih tetap berpegang kepada falsafah kemuliaan. Hampir semuanya adalah pragmatis dan oportunis. Sehingga bisalah kita tambah dengan istilah baru ronin oportunis atau ronin pragmatis untuk menyebut orang-orang yang demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar